Selasa, 27 April 2010


R.A Kartini, Riwayat dan Perjuangannya

Ditulis oleh geh di/pada Agustus 15, 2007

Judul : R.A Kartini, Riwayat dan Perjuangannya
Penulis : Drs. Mardanas Safwan
Sutrisno Kutojo
Tebal : 65 halaman
Penerbit : PT. Mutiara Sumber Widya
Tahun : Cetakan Pertama 1985
Cetakan Kedua 2001
Cetakan Ketiga 2004

“Hidup itu akan indah dan berbahagia apabila dalam kegelapan kita melihat cahaya terang”
sepotong kalimat yang diucapkan R.A Kartini semasa hidupnya ini mampu memberikan arti dan spirit tersendiri dalam perjuangan meraih persamaan dan kesetaraan gender atau disebut juga emansipasi.
Siapa yang tidak kenal dengan R.A Kartini. Wanita kelahiran 21 April 1879 ini merupakan
perintis perubahan bagi kaum wanita. Ia lahir dari keluarga bangsawan yang berpikiran maju dan sosoknya yang cekatan, lincah, pintar, suka belajar dan haus akan ilmu pengetahuan. Saat usia 7 tahun, ia bersekolah di Sekolah Kelas Dua Belanda. Selain belajar di sekolah, ia juga kerap memperoleh pelajaran Bahasa Jawa, memasak, menjahit, mengurus Rumah Tangga dan pelajaran agama di rumahnya. Keluarganya sangat mengedepankan pendidikan. Sebagai seorang gadis kecil yang lincah ia hanya berpikir mengenai sekolah dan bermain. Hingga suatu hari seorang teman Belanda-nya bertanya mengenai cita-cita Kartini setelah tamat sekolah. Ia mulai memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut sampai akhirnya ia memikirkan untuk mengubah nasib kaum wanita di kemudian hari. Usia 12 tahun, setelah tamat sekolah dasar, Kartini menjalani masa pingitan. Hidupnya berubah, ia kesepian dan tidak boleh melanjutkan pendidikan. Hidupnya ibarat burung dalam sangkar emas. Keluarganya yang memegang teguh
adat lama, tidak menyetujui keinginan Kartini yang menghendaki perubahan. Kartini hanya bisa mencurahkan cita-cita perjuangannya dalam bentuk surat. Ia rajin menulis surat kepada temantemannya di Belanda. Isinya mengandung cita-cita yang luhur, terutama untuk mengangkat derajat wanita Indonesia. Berkat surat-surat ini, tahun 1903 didirikan Sekolah Kartini Pertama di Semarang. Dan di usia 25 tahun, R.A Kartini akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Perjuangan R.A Kartini tidak serta merta didapatkan begitu saja, butuh proses dan perjalanan panjang dalam menapakinya. Ketidaksetujuan keluarga ditambah celaan sebagai penentang adat dan tradisi datang selama proses menuju perubahan. Namun R.A Kartini tidak berhenti, ia tetap dengan pendiriannya untuk melawan kebiasaan atau adat yang kuno dan kolot. Ia ingin agar wanita Indonesia setara dengan pria, memiliki hak bukan hanya kewajiban dan juga bisa sejajar dengan wanita-wanita dari Negara lain.
Penjabaran di atas hanya sepenggal dari kisah panjang R.A Kartini semasa hidupnya yang
dikutip dari sebuah buku berjudul R.A Kartini Riwayat dan Perjuangannya. Buku setebal 65 halaman ini mampu menghipnotis pembaca untuk merasakan penasaran akan kisah-kisah R.A Kartini karena penyajiannya yang teratur dan sistematis dimulai dari masa kanak-kanak, masa muda, masa dewasa, perjuangan R.A Kartini dalam mencapai emansipasi wanita, perjuangan dalam bidang pendidikan, dan saat-saat terakhir hingga kemajuan wanita Indonesia sesudah R.A Kartini wafat. Selain itu, disertakan pula gambar yang walaupun hanya sedikit, namun cukup untuk menggambarkan sosok R.A Kartini dan kehidupan pada saat itu. Bahasa yang dipakai mudah dimengerti dan tepat sasaran sehingga cocok untuk dibaca oleh semua kalangan baik tua maupun muda. Karena memang buku ini tidak terlalu tebal, maka dapat dibaca pada waktu luang dan bisa dibawa kemana-mana. Selain itu, di akhir halaman terdapat rangkuman dari isi buku sehingga lebih membantu proses pemahaman jalan cerita dari buku ini.
Bagi para mahasiswa, buku ini cocok untuk menambah referensi bacaan bermutu karena selain kita bisa lebih mengenal dekat sosok R.A Kartini, kita juga bisa mengetahui bagaimana sulitnya perjuangan R.A Kartini saat itu dan sudah seharusnya kita bangga memiliki seorang tokoh seperti R.A Kartini.

Kamis, 08 April 2010

When in Rome


Minggu ini film yang baru muncul lagi adalah When in Rome , selain Lovely Bones dan Fire Of Conscience, maka pilihan jatuh ke When in Rome secara udah dari minggu2 yang lalu gw nontonnya pelem yang berdurasi berat dan mesti bikin nyesek dada, maka pelem bernuansa romantis komedi ini adalah pilihan yang tepat.
Di direct oleh Mark Steven Johnson, film ini cuma mengambil sedikit latar belakang kota Roma disaat Beth (Kristen Bell) harus menghadari pernikahan adiknya, disaat itulah ia menemukan sosok Nick (Josh Duhamel) sebagai teman dari mempelai pria. Dalam keadaan yang cukup kekeluargaan di situlah Beth mulai percaya dengan yang namanya keajaiban tentang cinta dan mulai untuk dekat dengan Nick hingga akhirnya setelah menemukan kepercayaan dirinya ia harus memendam rasanya dan mulai melakukan hal bodoh dibawah air terjun dewi Amor di Roma, yang scene selanjutnya Beth mulai memaki itu dewi yang selalu membuatnya terpesona dengan cinta hingga jatuh kembali.

Kebodohan si Beth berlanjut dengan memungut 5 koin yang berada didalam kolam tersebut dimana menurut kepercayaan orang Italia bahwa koin2 tersebut adalah sebuah pengharapan orang yang kandas dalam hal cinta hingga yang mengambil koin2 tersebut akan dipertemukan dengan seseorang yang melempat koin tersebut dan juth cinta melalui mantra sang air mancur tersebut.

Secara bersamaan maka muncul tokoh2 dari pelempar koin2 tersebut dan mulai memperebutkan hati si Beth, mulai dari pengusaha sosis kecil ( Danny DeVito ), seorang penyihir kurus jalan ( Jon Heder ), seorang pelukis kekanak-kanakan ( Will Arnett ), dan model laki-laki narsis ( Dax Shepard ). Dan Beth harus mati-matian menghindar dari beberapa pria yang memburunya sampai ke kota New york.

Kalau mau jujur, formula yang ditawarkan Mark Steven Johnson, sang sutradara sekaligus penulis naskah film ini, sebenarnya bisa dibilang gak terlalu baru. Tak banyak hal baru yang ditawarkan Mark kali ini. Dari potongan riview yang gw ceritakan, kisah di atas adalah lelucon yang akan berada di seputar kekonyolan saat Beth dikejar-kejar oleh empat pria ini.

Di lain sisi, film komedi romantis ini memang adalah untuk menghibur dan untuk fungsi yang satu ini, “When in Rome” sebenarnya sudah cukup berhasil. Artinya, gw dan pasangan sampai dibuat terbahak-bahak melihat kekonyolan para pemain yang sangat menghibur dan gak perlu terlalu banyak mengkerutkan dahi karena alur kisah memang dibuat sangat simple. Tinggal duduk manis dan menertawakan kekonyolan yang terjadi di antara para karakter dalam film ini. Oh ia dan sebagai bonusnya, gw juga mendapatkan sepenggal kisah romantis yang menjadi sisi lain dari film ini.

Bahwa Cinta itu walaupun hal sepele tetapi tidak semudah dan serumit yang selalu didendangkan.

The wolfman's trailer

Penelope's trailer

Avatar's trailer